Ilustrasi |
MANADO— Kebijakan menteri perikanan Susi Pudjiastuti, menerapkan Peraturan Menteri Kelautan (PMK) Nomor 56 dan 57 Tahun 2014 tentang moratorium perizinan usaha perikanan tangkap ikan dan tentang menghentikan transhipment
dinilai menyusahkan masyarakat nelayan, seperti halnya terungkap dalam hearing komisi II DPRD Sulut dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut, Rabu (7/6/2017).
Anggota Komisi II Teddy Kumaat merasa
miris terhadap kebijakan tersebut yang berdampak pada masyarakat nelayan kehilangan pekerjaan.
Politisi PDIP ini menjelaskan, regulasi yang diterapkan Menteri Perikanan untuk membuat konservasi laut dan perikanan sangat bertujuan positif namun, disatu sisi menimbulkan masalah sosial.
“Pembangunan itu sasarannya untuk manusia. Kalau ikan-ikan dilindungi dengan ketat semacam ini maka siapa yang akan mengelolanya. Kalau tidak ada yang mengelolanya, ikan ini dengan sendirinya akan mati bahkan melakukan imigrasi ke daerah lain,” ujar Kumaat yang juga Ketua Fraksi PDIP itu.
Lanjutnya, regulasi ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat nelayan sehingga, pemerintah provinsi harus proaktif menyikapinya.
“Banyak nelayan mengeluh income mereka berkurang,” katanya.
Kumaat nilai perlunya kebijakan lokal dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub) yang memberikan peluang kepada masyarakat nelayan untuk melanjutkan penangkapan.
“Pergub ini akan memiliki dampak positif terhadap perikanan khusunya masyarakat nelayan di Sulut. Ini akan meningkatkan pendapatan nelayan,” tandasnya.
Penegasab juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II Sulut Noldy Lamalo yang menegaskan, kebijakan menteri Susi Pudjiastuti yang terlalu mengigi membuat masyarakat nelayan kehilangan pekerjaan. Dia mengatakan, setelah keluarnya PERMEN tersebut, sekitar 12.000 masyarakat Bitung yang berprofesi sebagai nelayan tangkap di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
“Dua belas ribu nelayan tangkap yang bekerja diinsutri perikanan nganggur akibat di PHK. Semua ini efek dari kebijakan menteri Susi,” tandas Lamalo.(Obe)