MANADO - Korupsi E-KTP yang digulir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut disebutkan nama Gubernur Sulut Olly Dondokambey sempat jadi bahan diskusi hangat dalam Forum Panel Disscusion yang digagas pemuda gereja lakukan diskusi politik Gereja Kalvari Pentakosta Missi Di Indonesia (GKPMI) Jemaat "Betlehem" Manado.
Kegiatan yang dilangsungkan Jumat (21/7/2017) kemarin, para peserta mempertanyakan kasus E-KTP tersebut yang dinilai sangat mengganggu masyarakat Sulut.
Menjawab pertanyaan tersebut, Salah satu pembicara Paulus Sembel sebagai pengamat politik pemerintahan Sulut mengatakan pada dasarnya politik adalah konsep yang mengotorinya adalah para pelaku politik itu.
"Terlalu banyaknya pelaku politik melakukan kegiatan kotor menyebabkan pandangan terhadap politik menjadi hitam," tegas Sembel.
Lanjut dikatakan Sembel, Sejauh ini nama Olly Dondokambey sering dimunculkan dalam kasus E-KTP adalah suatu komoditi.
"Setahu saya sudah 9 kali Olly jadi saksi untuk 9 orang, tapi komunikasi adalah komoditi yang dalam teori komunikasi adalah labeling. Olly ini sebenarnya jadi korban labeling dalam komunikasi," jelanya.
Pembuktiannya, OLly sudah menyampaikan tidak mengenal orang yang menyebutkan namanya dan tidak menerima uang.
"Olly adalah bendahara partai, Nasional tidak melihatnya sebagai gubernur, itulah labeling," ucap Sembel.
Dan benar saja apa yang dilontarkan Sembel terbuktikan.
Sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, pada Kamis 20 Juli 2017
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar memvonis Terdakwa korupsi Irman dan Sugiharto masing-masing 7 tahun dan 5 tahun penjara.
Dari 38 nama yang disebut-sebut, hanya tersisa 19 nama yang diduga meraup keuntungan dari proyek e-KTP.
Dan nama mantan Wakil Ketua Banggar DPR yang kini Gubernur Sulut Olly Dondokambey SE, secara meyakinkan disebut hakim tak masuk daftar mereka yang menerima aliran dana tersebut.
“Hal ini selaras dengan pengakuan Pak Olly Dondokambey di banyak kesempatan, bahwa beliau tidak pernah mengecapi dana e-KTP dimaksudkan,” ujar Victor Rarung, Jubir Bidang Media Gubernur Sulut.
Majelis hakim membeberkan penyimpangan megaproyek pengadaan e-KTP disebut merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun dari total nilai proyek sekitar Rp 5,9 triliun.
Hakim menegaskan dua orang terdakwa mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, terbukti menyalahgunakan kewenangannya dalam proyek e-KTP yang telah bergulir 6 tahun silam itu atau sejak tahun 2011.
“Menjatuhkan pidana kepada saudara Irman dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta, apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Menjatuhkan pidana kepada saudara Sugiharto dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 400 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 6 bulan,” kata hakim John.(Obe/*)