MANADO - Pariwisata program primadona pemerintahan Olly Dondokambey - Steven Kandouw dibuktikan lewat lonjakan jumlah kunjungan wisatawan asing ke Sulut perlu di apresiasi dan topangan dari warga Sulut.
Senator DPD RI utusan Sulut Marhanny Pua bersama Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) di Sulut (Kagama) dan Komunitas Wartawan Pos Liputan DPRD Sulut gelar diskusi persoalan sosial dan pemerintahan serta pariwisata Sulut, Kamis (28/12/2017).
Program wisata di Sulut perlu dilakukan beberapa perbaikan untuk pemberdayaan yang lebih maju, dimana menurut senator Marhany Pua dirinya terus memperjuangkan berbagai aspirasi khususnya di sektor pembangunan dan pengembangan pariwisata yang ada di Sulawesi Utara.
“Ada beberapa aspirasi terkait pengembangan pariwisata di Sulut, yang kami push ke Pemerintah pusat maupun ke DPR RI, untuk bisa mendapat dukungan anggaran. Apalagi Gubernur dan Wagub kita saat ini, terus menggenjot dan memprioritaskan pembangunan di sektor pariwisata,” ujar Marhany Pua.
Pun demikian dengan Taufik Tumbelaka pengamat politik alumni UGM di Sulut (Kagama) menegaskan selalu mendukung berbagai upaya pemerintah dalam mengembangkan pariwisata di Sulut, meski dirinya kurang setuju adanya penerapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata.
“Saya sebenarnya kurang setuju jika ada penerapan Kawasan khusus pariwisata, mengingat setiap Kabupaten/Kota yang ada di Sulut berpotensi untuk dikembangkan sektor pariwisatanya,” tegasnya.
Lanjut dikatakannya, disisi lain juga dengan adanya penerapan Kawasan khusus pariwisata maka investor yang akan berinvestasi di sektor pariwisata hanya akan terpusat di satu daerah saja.
“Investor yang ingin berinvestasi, akan lebih memilih untuk menanamkan modalnya di kawasan yang telah ditetapkan tersebut, tidak akan ke daerah lain,” tukas Putra dari Gubernur pertama Sulut, F.J Tumbelaka.
Ditegaskannya, Pariwisata yang ada di Sulut tak memiliki arah karena sampai saat ini belum bisa di rasakan oleh masyarakat kecil atau Wong Cilik.
Tumbelaka memberikan contoh kota Jogja menurutnya ada perbedaan yang signifikan dengan Provinsi Sulut dalam mengelolah sektor pariwisata.
"Di Jogja para wisatawan yang ada di Hotel datang berbelanja pada pedagang kecil, dengan harga yang relatif murah, jadi ada sinergitas antara pemodal dengan masyarakat," terangnya.
Terlebih menurut Tumbelaka, Turis yag datang di Sulut capai 100.000 tapi tak menyetuh kalangan bawah sedangkan di Kota Jogja ada kawasan kampung Sosrowijayan/Malioboro yang kunjungan wisatawan capai 1.000.000 pertahun dan sangat bermanfaat bagi masyarakat kecil.
"Apa lagi soal ornamen budaya. Kalau disana (Jogja) orang sudah tahu ini Jogja karena ada identitasnya, tapi di Sulut tak ada ornamen yang menyatakan ini Sulut. Orang berani bayar mahal hanya untuk melihat nilai-nilai budaya dan adat," jelasnya.(Obe)