MANADO - Masa jaya komoditi vanili di era tahun 90an menjadi salah satu primadona hasil pertanian Sulut dan ditinggalkan karena anjlok memasuki tahun 2000.
Menghidupkan kembali dari mati suri, anggota DPRD Sulut, Teddy Kumaat menuntut kreatifitas dari dinas perkebunan Sulut. Menurutnya penyebab utama kehancuran vanili di Sulut karena masalah harga.
“Persoalan utama dalam komoditas perkebunan di Sulut selalu aspek harga. Dan itu sering kali terjadi saat panen raya. Komoditas perkebunan butuh kepastian harga. Jadi, saya mengusulkan kita harus membuat Perda atau Pergub terkait pagu harga komoditas perkebunan, ini yang akan mendorong kestabilan harga serta produksi dari petani,” tegas Kumaat.
Penegasan juga dilontarkan, Herry Tombeng menyikapi tidak adanya respon positif dari pemerintah terkait penanaman vanili baik itu cara menanam dan produksinya.
“Kita mendapat informasi, belum ada pihak pemerintah yang mensosialisasikan manfaat vanili terhadap ekonomi warga sehingga merangsang warga untuk menjadi petani vanili,” ungkap legislator Minut-Bitung ini.
Menyikapi keinginan-keinginan tersebut, Kepala Dinas Perkebunan Refly Ngantung SP mengakui, untuk tanaman vanili, semangat kita semua memiliki semangat yang sama.
“Di tahun 2018 ini kami sudah mengagendakan penambahan bibit vanili. Karena untuk pengembangannya sudah mengikuti basis komoditi yang sudah dikaji terlebih dahulu,” tutupnya.
Dia menambahkan, bicara komoditas ada tiga hal mutlak yang harus diperhatikan.
“Kualitas, kuantitas dan kontiunitas. Hal itu yang pada umumnya ekspor dan ditentukan mekanisme pasar dunia,” jelasnya.(Obe)