MANADO - Pasca keluarnya surat penghentian aktifitas pertambangan PT Bulawan Daya Lestari (BDL) oleh Kementrian Kehutanan, DPRD Sulut melakukan pemanggilan terhadap pemilik PT BDL dan Intansi terkait Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan tiga komisi DPRD Sulut dengan
PT Bulawan Daya Lestari
(BDL) Senin (11/10/21) mendapat sorotan tajam terkait keberadaan serta persoalan yang tengah melilit perusahaan tambang emas yang berada di kecamatan Dumoga Kabupaten Bolaang Mongondow ini.
legislator Jems Tuuk sekertaris komisi IV dan Hendri Walukow dan Rasky Mokodompit menilai perusahaan tersebut dalam melakukan aktifitas tambang belum memiliki legal standing perpanjangan ijin operasional dan berbuntut pada persoalan tanah adat serta kasus korban warga Toruakat yang meninggal dunia akibat bentrok dengan pihak perusahaan.
RDP yang dipimpin langsung ketua DPRD dr.Fransiskus Silangen didampingi wakil ketua Victor Mailangkay disambut kritikan tajam yang diarahkan ke pihak PT BDL.
Jems Tuuk dari Fraksi PDIP menegaskan 3 poin penting yang menjadi fokus perhatiannya agar perusahaan tersebut segera dihentikan operasionalnya.
”Yang pertama PT. BDL tidak berijin, kedua dari penjelasan yang disampaikan pihak PT. BDL dalam RDP lintas komisi, dia tidak menghargai masyarakat adat, wilayah adat dan hukum adat yang ada disana, dan yang ketiga PT.BDL tidak bertanggung jawab dengan korban kematian yang terjadi disana bahkan melemparkan kasus tersebut ke orang lain.” tegas Legislator Dapil Bolmong Raya ini.
”Jadi saya berpendapat PT. BDL tidak layak beroperasi disana, dia tidak memiliki ijin kemudian dia tidak menghargai wilayah adat masyarakat yang memiliki hukum adat dan dia sudah bekerja tanpa ijin, bahkan melakukan pelanggaran hukum, ” tandasnya.
Tuuk juga membeberkan pihak Kepolisian Polda Sulut telah melakukan penjagaan di lokasi PT. BDL namun ketika aparat kepolisian meninggalkan tempat tersebut, pihak PT. BDL kembali melakukan aktifitas pertambangan.
”PT. BDL tidak menghargai aparat keamanan, tidak menghargai hukum positif negara apalagi hukum adat. PT BDL bukan saja menghina tapi dia juga merampok, melecehkan masyarakat, bahkan dia membunuh masyarakat, kalau dikatakan dia itu perusahaan yang sah benar itu, tetapi ijin operasionalnya yang tidak sah,” semburnya.
Tak hanya itu sorotan tajam juga disampaikan anggota komisi I Hendry Walukow dari Fraksi Demokrat.
Walukow membeberkan sejumlah kejanggalan terkait perijinan yang dimiliki PT.BDL.
”Saya ingin mengulang kembali bahwa ijin PT. BDL no.100 tahun 2011 dikeluarkan pada tanggal 23 Mei 2011 sampai Mei 2019 dan ijin perpanjangan PT. BDL nomor 503 diterbitkan tahun 2020. Menurut asumsi saya bahwa PT. BDL tidak mempunyai ijin pada waktu berakhir 23 Mei 2019, dengan asumsi kurang lebih sepuluh bulan PT. BDL belum mengantongi perpanjangan ijin dan menurut saya PT. BDL tidak memiliki ijin sehingga membuka ruang bagi masyarakat penambang skala kecil untuk masuk menguasai lahan yang dimaksud, ”ujar Walukow.
Terlebih sampai saat ini menurutnya ijin
Persetujuan Pemanfaatan Kawasan Hutan (PPKH) yang harusnya dimiliki PT.BDL tidak lagi diterbitkan pemerintah pusat
Senada ditegaskan anggota komisi III Razky Mokodompit menyesalkan sikap pandang enteng PT. BDL yang dinilai mengabaikan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) 2021yang merupakan rencana kerja dan rencana pembiayaan dari kegiatan yang akan dilakukan oleh perusahaan secara menyeluruh baik dari aspek teknik, aspek lingkungan, dan aspek pengusahaan.
”RKAB belum ada tapi cuma pake bahasa cuek jo itu boleh kwa, santai saja, bayangkan di negara hukum inikan lucu bicara seperti itu,” tandasnya.
Begitu juga PPKH sampai hari ini belum disetujui berdasarkan surat yang dikeluarkan Kementerian ESDM RI.
“Jadi jangan bilang ini sementara berproses tidak seperti itu, artinya tidak ada ijinnya” ujar ketua Fraksi Golkar ini.
Sementara pihak PT.BDL yang diwakili Ralfi Pinasang, SH mengakui IPPKH PT. BDL telah melewati batas waktu, hanya saja pihaknya telah melakukan upaya – upaya perpanjangan dengan memperhatikan sesuai ketentuan tentang pedoman pinjam pakai kawasan hutan.
Diantaranya melengkapi sejumlah persyaratan administratif seperti IUP OP 2021, peta rencana reklamasi, prona akhir pasca tambang, pertimbangan teknis, rekomendasi Gubernur, dokumen AMDAL dan lain lain
”Upaya kami untuk memperpanjang IPPKH sampai saat ini belum disetujui, kami juga telah berupaya mengajukan perpanjangan kedua dengan membenahi segala kekurangan kami terutama IPPKH, ” ungkap Pinasang.
Disisi lain Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Sulawesi Utara Fransiscus Manumpil kembali menegaskan pemerintah daerah daerah patuh pada instruksi yang dikeluarkan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM RI melalui surat penghentian sementara operasi dan kegiatan pertambangan PT. BDL.
”Apa yang menjadi keputusan Pemerintah Pusat harus ditindak lanjuti pemerintah daerah terutama poin – poin yang tercantum dalam isi surat pemberhentian operasional PT. BDL, ” tandas Manumpil.
Dikatakannya pemerintah daerah tidak pernah menghambat atau mempersulit investor yang ingin berusaha di daerah ini, hanya saja harus memenuhi semua persyaratan dokumen yang yang wajib dipenuhi apalagi yang berhubungan dengan pemerintah pusat.
”Kita sangat terbuka bagi investor, bahkan kita mendorong itu, namun tentunya ada ketentuan dan aturan yang wajib dipenuhi, tandas Manumpil.
Ikut hadir dalam RDP tersebut Pimpinan PT BDL Yance Tenesia, Kepala Dinas Kehutanan Sulut Reinier Dondokambey, Kadis PMPTSP Fransiscus Manumpil, Kadis ESDM Sulut, Fransiskus Maindoka, Kadis Lingkungan Hidup Sulut Marly Gumalag masing bersama jajarannya.(***/Obe)